Corat Coret

Thursday, November 09, 2006

Nice Story – Tak Bersalah

Aku baru masuk kuliah saat bertemu dengan Keluarga White.
Mereka sangat berbeda dengan keluargaku, namun aku langsung
merasa betah bersama mereka.

Aku dan Jane White berteman di sekolah, dan keluarganya
menyambutku - orang luar - seperti sepupu jauh.

Dalam keluargaku, jika ada masalah, menyalahkan orang itu selalu
penting. "Siapa yang melakukan ini?" ibuku membentak melihat dapur
berantakan.

"lni semua salahmu, Katharine," ayahku berkeras jika kucing berhasil
keluar rumah atau mesin cuci piring rusak. Sejak kami kecil, aku dan
saudara-saudaraku saling mengadu. Kami menyiapkan kursi untuk si
Terdakwa di meja makan.

Tapi Keluarga White tidak mencemaskan siapa berbuat apa.
Mereka merapikan yang berantakan dan melanjutkan hidup mereka.

lndahnya hal ini kusadari penuh pada musim panas ketika Jane meninggal.

Keluarga White memiliki enam anak: tiga lelaki, tiga perempuan. Satu
putranya meninggal saat masih kecil, mungkin karena itulah kelima
yang tersisa menjadi dekat.Di bulan Juli, aku dan tiga putri White
memutuskan berjalan-jalan naik mobil dari rumah mereka
di Florida ke New York.

Dua yang tertua, Sarah dan Jane, adalah mahasiswa, dan yang terkecil,
Amy, baru menginjak enam belas tahun. Sebagai pemilik SIM baru
yang bangga, Amy gembira ingin melatih keterampilan mengemudinya
selama perjalanan itu.

Dengan tawanya yang lucu, ia memamerkan SIM-nya kepada siapa saja
yang ditemuinya.

Kedua kakaknya ikut mengemudikan mobil pada bagian pertama
perjalanan, tapi saat mereka tiba di daerah yang berpenduduk jarang,
mereka membolehkan Amy mengemudi.

Di suatu tempat di South Carolina , kami keluar dari jalan tol untuk makan.
Setelah makan, Amy mengemudi lagi. Ia tiba di perempatan dengan tanda stop
untuk mobil dari arah kami. Entah ia gugup atau tidak
memperhatikan atau tidak melihat tandanya tak akan ada yang tahu.
Amy terus menerjang perempatan tanpa berhenti.

Pengemudi trailer semi-traktor besar itu tak mampu mengerem pada waktunya,
dan menabrak kendaraan kami.
Jane langsung meninggal.

Aku selamat hanya dengan sedikit memar. Hal tersulit yang kulakukan
adalah menelepon Keluarga White dan memberitakan kecelakaan itu dan bahwa
Jane meninggal. Sesakit apa pun perasaanku kehilangan seorang sahabat,
aku tahu bagi mereka jauh lebih pedih kehilangan anak.

Saat suami-istri White tiba di rumah sakit, mereka mendapatkan dua putri
mereka
di sebuah kamar. Kepala dibalut perban; kaki Amy digips. Mereka memeluk
kami
semua dan menitikkan air mata duka dan bahagia saat melihat putri mereka.

Mereka menghapus air mata kedua putrinya dan menggoda Amy hingga tertawa
sementara ia belajar menggunakan kruknya. Kepada kedua putri mereka,
dan terutama kepada Amy, berulang-ulang mereka hanya berkata,
"Kami gembira kalian masih hidup."

Aku tercengang. Tak ada tuduhan. Tak ada tudingan.

Kemudian, aku menanyakan Keluarga White mengapa mereka tak pernah
membicarakan fakta bahwa Amy yang mengemudi dan melanggar
rambu-rambu lalu lintas.

Bu White berkata, "Jane sudah tiada, dan kami sangat merindukannya.
Tak ada yang dapat kami katakan atau perbuat yang dapat menghidupkannya
kembali. Tapi hidup Amy masih panjang. Bagaimana ia bisa menjalani
hidup yang nyaman dan bahagia jika ia merasa kami menyalahkannya atas
kematian kakaknya?"

Mereka benar. Amy lulus kuliah dan menikah beberapa tahun yang lalu.
Ia bekerja sebagai guru sekolah anak luar biasa. Putrinya sendiri sudah
dua, yang tertua bernama Jane.

Aku belajar dari Keluarga White bahwa menyalahkan sebenarnya tidak penting.
Bahkan, kadang-kadang, tak ada gunanya sama sekali.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home